Produksi batubara Indonesia selama 10 tahun terakhir menunjukkan peningkatan produksi yang signifikan dan pada tahun 2003 telah mencapai 112 juta ton. Diproyeksikan pada tahun 2004 produksi batubara akan meningkat menjadi sebesar 135 juta ton. Dari jumlah produksi tersebut 86% berasal dari kontraktor PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) generasi I-III, sementara PTBA (PT Tambang Batubara Bukit Asam Persero) memproduksi kurang dari 10% dari total produksi tersebut dan sisanya diproduksi oleh perusahaan pemegang KP dan KUD.

Sebagian besar dari produksi tersebut (67,5%) digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke berbagai negara terutama di kawasan Asia Pasifik, seperti Jepang Taiwan , Korea dan negara-negara ASEAN. Sisanya sebesar 31 juta ton (32,5%) digunakan untuk keperluan di dalam negeri antara lain untuk pembangkit listrik, pabrik semen, industri pulp, dan lainnya.. Kontribusi batubara di dalam energy mix saat ini masih sangat terbatas, yaitu baru sekitar 13% dari total pemakaian energi dalam negeri, dimana pemakaian terbesar masih didominasi oleh industri ketenagalistrikan (PLTU) yang mencapai 20 juta ton, diikuti oleh industri semen sebesar 4,2 juta ton, dan industri lainnya sebesar 1,1juta ton.

Pertumbuhan konsumsi batubara Indonesia rata-rata meningkat sebesar 9% per tahun , dan diharapkan akan semakin meningkat dengan naiknya kontribusi batubara di dalam energy mix untuk mengurangi ketergantungan akan BBM yang saat ini cadangannya semakin menipis serta untuk optimalisasi pendapatan negara dari migas bagi kelangsungan pembangunan. Namun, pengembangan pemanfaatan batubara dalam negeri masih terkendala dengan keterbatasan infrastruktur pendukung terutama dalam hal transportasi dan distribusi. Disamping itu, harga jual batubara dalam negeri yang lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional menyebabkan produsen batubara lebih menyukai pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri.

Oleh karena itu, guna menjamin ketersediaan batubara untuk keperluan domestik, maka Pemerintah perlu mengatur keamanan suplai karena dapat berdampak kepada terganggunya kegiatan sektor lainnya terutama pasokan batuibara untuk pembangkit listrik. Dalam beberapa bulan terakhir ini harga batubara di pasar internasional meningkat cukup tajam (mencapai US$ 50 untuk pasar spot). Tingginya harga ini terkait dengan naiknya konsumsi batubara pada hampir semua negara konsumen terutama Cina dan dampak dari tingginya harga minyak di pasar internasional (sejak terjadinya perang di Irak) sehingga banyak industri yang beralih dari minyak kepada gas dan batubara..

Namun, Indonesia tidak dapat memanfaatkan momentum ini walaupun dari sisi cadangan hal ini sangat dimungkinkan tetapi dari sisi produksi terkendala karena sejak lima tahun terakhir tidak ada investasi untuk pembangunan tambang baru akibat berbagai permasalahan internal seperti keamanan, sistim perpajakan, tumpang tindih penggunaan lahan, dan isu-isu lainnya Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk menyelesaikan hal ini tetapi belum memberikan kemajuan yang berarti. Dampak dari semua persoalan di atas tidak hanya akan mengurangi daya saing Indonesia di pasar internasional, namun yang lebih serius lagi adalah terganggunya stabilitas suplai untuk keperluan dalam negeri. Untuk itu diperlukan kepaduan kebijakan dari seluruh sektor terkait serta pembenahan fasilitas infrastruktur pendukung yang memungkinkan industri ini bekerja pada kapasitas optimalnya, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk memanfaatkan peluang ekspor.